Izinku

Perbedaan PKP dan Non PKP | Kewajiban Masing-Masing

Dalam sistem perpajakan Indonesia, terdapat dua kategori utama untuk pelaku usaha, yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non PKP. Penggolongan ini penting untuk menentukan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan. Artikel ini akan membahas secara rinci perbedaan antara PKP dan Non PKP, termasuk kewajiban dan manfaat masing-masing.

Apa Itu PKP dan Wajib Pajak

Dalam sistem perpajakan Indonesia, konsep Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib pajak sangat penting untuk dipahami oleh setiap pelaku usaha. Artikel ini akan membahas secara rinci apa itu PKP dan wajib pajak, terutama dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Apa Itu Wajib Pajak?

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, termasuk pembayar, pemotong, dan pemungut pajak, yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak dapat berupa individu, perusahaan, organisasi, atau entitas lain yang diwajibkan untuk membayar pajak kepada pemerintah.

Wajib pajak dikategorikan berdasarkan jenis pajak yang harus dibayar, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam konteks PPN, wajib pajak yang memenuhi syarat tertentu dapat dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Apa Itu Pengusaha Kena Pajak (PKP)?

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan PPN. PKP memiliki kewajiban khusus terkait pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013, perusahaan yang memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tidak diwajibkan menjadi PKP. Ini berarti bahwa hanya perusahaan dengan omzet tahunan lebih dari Rp 4,8 miliar yang wajib mengukuhkan diri sebagai PKP dan mematuhi kewajiban perpajakan terkait PPN.

Perbedaan PKP dan Non PKP

Perbedaan utama antara PKP dan Non PKP terletak pada kewajiban perpajakan mereka terkait PPN. PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mereka lakukan. Sebaliknya, Non PKP tidak memiliki kewajiban ini karena tidak memenuhi batasan omzet yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Syarat Menjadi PKP

Untuk menjadi PKP, perusahaan harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

  1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
    • Sebelum mendaftar sebagai PKP, wajib pajak harus terlebih dahulu memiliki NPWP.
  2. Memiliki Omzet Tertentu
    • Pengusaha yang wajib menjadi PKP adalah yang memiliki omzet di atas Rp 4,8 miliar per tahun. Bagi pengusaha dengan omzet di bawah angka tersebut, tidak wajib menjadi PKP, namun mereka dapat memilih untuk menjadi PKP secara sukarela.
  3. Menyampaikan Surat Permohonan Pengukuhan PKP
    • Pengusaha harus menyampaikan surat permohonan pengukuhan PKP kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha atau tempat tinggal pengusaha tersebut.
  4. Mengisi Formulir Pengukuhan PKP
    • Pengusaha harus mengisi formulir pengukuhan PKP yang tersedia di KPP atau secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
  5. Melampirkan Dokumen Pendukung
    • Pengusaha harus melampirkan beberapa dokumen pendukung bersama dengan formulir pengukuhan PKP, antara lain:
      • Fotokopi NPWP
      • Fotokopi KTP pemilik/pengurus perusahaan
      • Fotokopi akta pendirian perusahaan (untuk badan usaha)
      • Fotokopi surat izin usaha (SIUP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
      • Fotokopi bukti tempat kegiatan usaha (contoh: surat perjanjian sewa tempat usaha atau sertifikat kepemilikan tempat usaha)
  6. Memiliki Tempat Kegiatan Usaha yang Jelas
    • Pengusaha harus memiliki tempat kegiatan usaha yang jelas dan dapat diverifikasi oleh petugas pajak. Tempat kegiatan usaha bisa berupa kantor, toko, pabrik, atau lokasi lain yang mendukung kegiatan usaha.
  7. Mengikuti Proses Verifikasi
    • Setelah mengajukan permohonan pengukuhan PKP, petugas pajak akan melakukan verifikasi terhadap data dan dokumen yang disampaikan. Petugas juga dapat melakukan kunjungan ke tempat kegiatan usaha untuk memastikan keberadaan dan kebenaran informasi yang diberikan.
  8. Mendapatkan Surat Pengukuhan PKP
    • Setelah semua syarat dipenuhi dan proses verifikasi selesai, pengusaha akan mendapatkan Surat Pengukuhan PKP dari KPP. Dengan surat ini, pengusaha resmi menjadi PKP dan memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan barang dan jasa yang dikenakan pajak.

Sebagai PKP, pengusaha memiliki kewajiban tambahan seperti menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN setiap bulan, memungut PPN dari pelanggan, serta menyetor PPN yang dipungut ke kas negara. Anda tidak usah khawatir, saat ini sudah ada Jasa Pengurusan PKP dari Izinku yang bisa membantu Anda melengkapi syarat pembuatan PKP.

Perbedaan Kewajiban PKP dan Non PKP

Selain perbedaan utama dalam kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN, ada beberapa aspek spesifik lain yang membedakan PKP dari Non PKP. PKP diwajibkan untuk menggunakan e-Faktur, sebuah aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk membuat faktur pajak elektronik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi kecurangan pajak.

Di sisi lain, Non PKP tidak perlu menggunakan e-Faktur dan administrasi perpajakan mereka cenderung lebih sederhana. Mereka tidak diwajibkan membuat faktur pajak untuk setiap transaksi, sehingga proses administrasi dan pelaporan pajak lebih mudah dan tidak memerlukan sistem khusus. Namun, ini juga berarti Non PKP tidak dapat mengkreditkan PPN masukan, yang bisa menjadi keuntungan bagi PKP dalam mengelola beban pajak mereka.

Perbedaan kewajiban antara PKP dan Non PKP sangat signifikan dalam praktik perpajakan sehari-hari. Berikut adalah rincian kewajiban masing-masing:

Kewajiban PKP

  1. Memungut PPN: PKP wajib memungut PPN atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP yang mereka lakukan. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11%.
  2. Menyetor PPN: PKP harus menyetor PPN yang telah dipungut kepada negara melalui Kantor Pelayanan Pajak atau bank persepsi.
  3. Melaporkan PPN: PKP wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetorkan melalui SPT Masa PPN setiap bulan.
  4. Membuat Faktur Pajak: Setiap kali melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, PKP harus membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN.
  5. Pembukuan yang Rapi: PKP wajib menjaga pembukuan yang rapi dan teratur terkait transaksi yang dikenai PPN.

Kewajiban Non PKP

  1. Tidak Memungut PPN: Non PKP tidak diwajibkan untuk memungut PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mereka lakukan.
  2. Tidak Menyetor dan Melaporkan PPN: Karena tidak memungut PPN, Non PKP tidak memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan PPN.
  3. Tidak Perlu Membuat Faktur Pajak: Non PKP tidak diwajibkan membuat faktur pajak karena tidak melakukan pungutan PPN.

Manfaat Menjadi PKP

Meskipun menjadi PKP membawa berbagai kewajiban tambahan, ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh oleh perusahaan yang dikukuhkan sebagai PKP:

  1. Kepercayaan dan Kredibilitas: Menjadi PKP dapat meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas perusahaan di mata pelanggan dan mitra bisnis. Perusahaan yang terdaftar sebagai PKP dianggap lebih profesional dan terpercaya.
  2. Kesempatan Mengikuti Tender Pemerintah: Banyak tender pemerintah dan proyek besar mensyaratkan perusahaan peserta tender harus berstatus PKP. Ini membuka peluang bisnis yang lebih luas bagi PKP.
  3. Pengembalian PPN Masukan: PKP berhak mengkreditkan PPN masukan yang dibayar atas pembelian BKP dan/atau JKP. Ini bisa mengurangi beban pajak yang harus dibayar.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas: Dengan menjadi PKP, perusahaan diharuskan menjalankan pembukuan yang rapi dan teratur. Ini membantu dalam pengelolaan keuangan yang lebih baik dan memudahkan dalam proses audit.

Kesimpulan

Pemahaman tentang perbedaan antara PKP dan Non PKP serta kewajiban masing-masing adalah penting bagi para pelaku usaha di Indonesia. Menjadi PKP membawa sejumlah kewajiban tambahan seperti memungut, menyetor, dan melaporkan PPN, namun juga memberikan manfaat seperti peningkatan kredibilitas dan peluang bisnis yang lebih luas. Sebaliknya, Non PKP memiliki kewajiban perpajakan yang lebih sederhana tetapi mungkin terbatas dalam peluang bisnis tertentu. Memahami peraturan yang berlaku dan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi akan membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.



Leave a Reply